Notifikasi :

Selamat Datang di Blog ASE.

Disini saya menyediakan tugas tugas gunadarma.

// Posted by :aria s // On :Sunday, March 27, 2016


Budaya Kota Medan

            Siapa yang tidak kenal dengan Kota Medan, ibu kota dari provinsi sumatera utara dan merupakan kota terbesar ke tiga di Indonesia,  Medan merupakan campuran dari beberapa suku dan budaya dikarenakan kroa medan terdapat suku seperti aceh, Padang, Melayu, Bata ,  dan banyakanya juga dari suku india, Pakistan,  Tionghoa yang bertempat tinggal di kota Medan ini, dan tidak kalah banyak dari suku lainnya ,dari jawa pun cukup banyak juga yang menetap di kota medan.
            Dari banyakanya suku dan budaya yang menetap di medan itu menjadikan pengaruh terhadapetnis dan suku dimedan, namun tidak hanya itu agama dan system kepercayaan di kota medan pun terpengaruh.  Namun walaupun banyaknya budaya yang berada di kota medan, kota ini merupakan contoh toleransi  antar umat yang beragama yang terjalin secara indah. Toleransi tersebut telah terjalin bertahun-tahun bahkan sebelum Indonesia merdeka. Oleh karena itu hingga kini masih terdapat beberapa bangunan dan rumah ibadah sebagai bukti keharmonisan akulturasi budaya dan perbedaan beragama di kota Medan.

.      Agama yang Dianut Masyarakat Kota Medan
1.       Islam
·         Sekitar 67,83% penduduk Kota Medan menganut agama Islam. Persentase tersebut menjadikan Islam sebagai agama mayoritas yang dianut oleh masyarakat Kota Medan.
·         Tempat ibadah : Mesjid.
·         Di kota Medan sendiri, kita bisa memukan keberadaan Mesjid Gang bangkok yaitu sebagai mesjid tertua di kota medan sementara Mesjid Raya adalah mesjid terbesar di kota medan.
·         Aliran agama:  Muhamadiyah dan N.U (Nahdatul Ulama).
2.      Kristen
Terbagi menjadi
2.1  Katolik
·         Sekitar 2,89% penduduk Kota Medan menganut agama Katolik.
·         Tempat ibadah : Gereja
·         Gereja terbesar umat Katolik: Gereja Katolik Katedral
2.2  Protestan
·         Sekitar 18,13% penduduk Kota Medan menganut agama Protestan.
·         Tempat ibadah: Gereja
·         Gereja terbesar: HKBP Jenderal Sudirman.
2.3  Pentakosta
2.4  Advent

3.      Buddha
·         Sekitar 10,4% penduduk Kota Medan menganut agama Budha.
·         Tempat ibadah: Vihara
·         Vihara terbesar: Vihara Cemara
4.      Hindu
·         Sekitar 0,68% penduduk Kota Medan menganut agama Hindu.
·         Tempat ibadah: Kuil
·         Kuil tertua: Kuil Shri Mariamman
5.      Konghucu
·         Tempat ibadah: Kelenteng
·         Kelenteng terbesar: Vihara Gunung Timur, yang terletak di jalan Hang Tuah.

2.      Kepercayaan yang Diyakini Oleh Masyarakat Kota Medan
Selain agama pun ada pula kepercayaan yang berbeda beda Di kota medan terdapat berbagai macam suku dengan berbagai bentuk kepercayaan yang diyakini. Antara lain
1.                   Suku Batak
Kepercayaan mula Batak asli adalah agama parmalim. Ada juga kepercayaan sipele begu. Kepercayaan ini yang di yakini dianut oleh raja Sisingamangaraja. Uniknya, kepercayaan parmalim ini juga mendapat pengaruh dari agama kristen, juga islam. Kepercayaan pada Dewa “Mulajadi Nabolon” juga pada arwah-arwah menunjukkan suatu karakter animisme pada ritual-ritual memohon berkat.
Tidak jauh berbeda pada batak karo juga menganut kepercayaan agama pemena yang menonjolkan sifat animismenya.
2.                   Suku  Jawa
Meski tidak menjadi suku mayoritas di kota Medan, suku Jawa juga masih memiliki kepercayaan yang masih melekat di kota perantauan ini. Ada kepercayaan suku Jawa yang disebut sebagai agama Kejawen. Kepercayaan ini terutama berdasarkan kepercayaan animisme dengan pengaruh Hindu-Buddha yang kuat. Masyarakat Jawa terkenal akan sifat sinkretisme kepercayaannya.
3.                        Suku Tionghoa
Kepercayaan Tionghoa  tidak mempunyai kitab suci resmi dan sering merupakan sinkretisme antara beberapa kepercayaan atau filsafat antara lain Buddhisme, Konfusianisme dan Taoisme. Kepercayaan tradisional Tionghoa ini juga mengutamakan lokalisme seperti dapat dilihat pada penghormatan pada datuk di kalangan Tionghoa di Sumatera sebagai pengaruh dari kebudayaan Melayu.
Secara umum, kepercayaan tradisional Tionghoa mementingkan ritual penghormatan yaitu:
·         Penghormatan leluhur: Penghormatan kepada nenek moyang merupakan intisari dalam kepercayaan tradisional Tionghoa. Ini dikarenakan pengaruh ajaran Konfusianisme yang mengutamakan bakti kepada orang tua termasuk leluhur jauh.
·         Penghormatan dewa-dewi: Dewa-dewi dalam kepercayaan tradisional Tionghoa tak terhitung jumlahnya, ini tergantung kepada popularitas sang dewa atau dewi. Mayoritas dewa atau dewi yang populer adalah dewa-dewi yang merupakan tokoh sejarah, kemudian dikultuskan sepeninggal mereka karena jasa yang besar bagi masyarakat Tionghoa di zaman mereka hidup.
4.                  Suku Minangkabau
Dalam kepercayaan minangkabau, dikenal adanya Palasik yang bukanlah hantu tetapi manusia yang memiliki ilmu hitam tingkat tinggi. Palasik juga terkenal dengan nama Pelesit. Pelesit sangat ditakuti oleh ibu-ibu di Minangkabau yang memiliki balita karena makanan pelesit adalah anak bayi/balita, baik yang masih dalam kandungan ataupun yang sudah mati (dikubur), tergantung dari jenis pelesit tersebut.
Ilmu palasik dipercayai sifatnya turun-temurun. Apabila orang tuanya adalah seorang palasik maka anaknya pun akan jadi palasik.
Pada umumnya palasik bekerja dengan melepaskan kepalanya. Ada yang badannya yang berjalan mencari makan dan ada pula yang kepalanya yang melayang-layang mencari makan.
Dan uniknya kepercayaan ini masih bertumbuh di masyarakat kota Medan. Itu sebabnya kebanyakan orang tua lebih waswas menjaga bayinya ketika berpergian dan bertemu dengan orang asing.

Penggunaan Bahasa di kota medan
Pada dasarnya, bahasa yang dipergunakan secara luas adalah bahasa Indonesia. Suku Melayu Deli mayoritas menuturkan bahasa Indonesia karena kedekatan bahasa Melayu dengan bahasa Indonesia. Pesisir timur seperi wilayah Serdang Bedagai, Pangkalan Dodek, Batubara, Asahan, dan Tanjung Balai, memakai Bahasa Melayu Dialek "O" begitu juga di Labuhan Batu dengan sedikit perbedaan ragam. Di kabupaten Langkat masih menggunakan bahasa Melayu Dialek "E" yang sering juga disebut bahasa Maya-maya. Masih banyak keturunan Jawa Kontrak (Jadel - Jawa Deli) yang menuturkan bahasa Jawa.
Di kawasan perkotaan, suku Tionghoa lazim menuturkan bahasa Hokkian selain bahasa Indonesia. Di pegunungan, suku Batak menuturkan bahasa Batak yang terbagi atas 4 logat (Silindung-Samosir-Humbang-Toba).



Selain Memiliki Bahasa dan kepercayaan yang beragam kota medan memiliki bangunan budaya yang beragam pula sesuai dengan agama dan kepercayaan yang beragama, dibawah ini merupakan bangunan yang berhubungan dengan kepercayaan yang berada di kota medan,

1.                  Istana Maimoon

            Kesultanan Deli yang masih berdiri megah hingga saat ini. Istana ini sangat erat kaitannya dengan legenda Putri Hijau dan Meriam Puntung. Berdasarkan legenda tersebut, kekuasaan Kesultanan Deli berhasil ditumbangkan oleh serbuan pasukan Sultan Iskandar Muda dari Aceh.

Istana Maimoon terletak di pusat kota medan sehingga tidak sulit mencapai objek wisata ini. Hingga kini banyak orang yang mengunjungi Istana Maimoon dan merupakan objek wisata yang paling direkomendasikan di kota Medan. Biaya untuk masuk ke objek wisata ini kurang dari Rp. 10.000,- per orang. Di dalamnya ada pemandu yang merupakan keturunan bangsawan dan kerajaan Deli yang akan menjelaskan tentang kehidupan Kesultanan Deli dan Keluarga kerajaan di masa lampau. Selain itu pengunjung juga bisa berfoto dengan mengenakan baju adat Deli secara gratis.


2.                  Masjid Raya Al Mashun

          Tak jauh dari Istana Maimoon kita berdiri sebuah Masjid besar berarsitektur Melayu, Spanyol, India dan Timur Te         ngah. Masjid tersebut adalah Raya Al Mashun. Masjid yang masih aktif digunakan hingga saat ini juga merupakan salah satu peninggalan Kesultanan Deli di Medan.

           Selain beribadah bagi umat Muslim, menikmati keindahan interior dan eksterior masjid merupakan hal yang tak boleh dilewatkan. Selain itu, menyusuri beranda masjid yang luas dan berbentuk lorong membuat pengunjung seakan diajak kembali ke masa-masa keemasan Kesultanan Deli. Di bagian belakang masjid juga terdapat kompleks pemakaman keluarga kerajaan dan bangsawan Kesultanan Deli yang masih digunakan hingga sekarang.



3.                  MASJID RAYA AL-OSMANI

Masjid Al-Osmani Jalan KL Yos Sudarso KM 18 Kelurahan Pekan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan merupakan bukti sejarah keberadaan Kesultanan Deli, di Medan.
Masjid ini didirikan masa Kerajaan Melayu tahun 1857 oleh Raja Deli ke-7 yang bergelar Sultan Osman Perkasa Alam. Masjid ini usianya 154 tahun atau lebih dari satu setengah abad. Maka dari itu, Masjid Al-Osmani merupakan masjid pertama dan tertua di Kota Medan.
Masjid Al-Osmani ini kesannya sebagai bangunan lama dan bersejarah. Masih kental terlihat dengan ornamen melayu, walaupun sudah banyak bagian masjid yang direnovasi.
Letaknya yang pinggir jalan raya, membuat musafir (orang dalam perjalanan jauh) suka untuk melaksanakan ibadah di masji itu. Bahkan setiap salat Jumat,  masjid ini nyaris tidak mampu menampung jamaah yang hadir.
Menurut, Imam Rawatib Masjid Al-Osmani, H Basuki Said masjid Al-Osmani ini sudah beberapa kali mengalami renovasi.  Pada saat didirkan pertama kali masjid ini masih berbahan kayu namun seiring perkembangan zaman, tepatnya pada tahun 1870-1872 masjid ini dibangun menjadi bangunan permanen oleh Sultan Mahmud Perkasa.
“Masjid Al-Osmani merupakan mesjid pertama dan tertua di Kota Medan setelah Masjid Raya Al-Mashun Medan,” ujarnya.  Di bagian dalam masjid terdapat empat tiang yang berfungsi sebagai penyangga utama kubah masjid. Empat tiang penyangga itu juga sebagai simbol empat sifat kenabian. Selain pilar utama, di dalam masjid terdapat mimbar khatib yang masih asli dengan bahan dari kayu pilihan dengan ukiran melayu memiliki tangga.
 Sementara itu, di areal masjid Al-Osmani, ada perkuburan wakaf. Dikuburan tersebut terdapat lima Raja Deli yang dikuburkan yakni Tuanku Panglima Pasutan (Raja Deli IV), Tuanku Panglima Gandar Wahid (Raja Deli V), Suilthan Amaluddin Perkasa Alam (Raja Deli VI), dan juga Sulthan Usman Perkasa Alam dan Sulthan Mahmud Perkasa Alam.

Mansion ini terbuka untuk umum hingga pukul 4 sore. Biaya masuk juga sangat murah sehingga baik pelajar maupun umum dapat menikmati wisata budaya di tempat ini.

4. Marian Shrine of Annai Velangkanni





Jangan kira ini adalah nama dari sebuah kuil Hindu, karena tebakan itu salah besar. Marian Shrine of Annai Velangkanni merupakan gereja Katolik yang terletak di jalan Sakura 3 Tanjung Selamat, sekitar 10 hingga 15 kilometer dari pusat kota Medan. Sesuai dengan namanya, gereja ini memang bernapaskan India. Desain arsitekturnya berciri Indo Mongol dengan tiga menara dan kubah. Bangunan utamanya sendiri terdiri dari atas dua lantai dengan balkon. Karena ini adalah tempat ibadah maka tidak dikenakan biaya masuk. Bagi umat Katolik yang ingin beribadah disediakan tempat parkir yang luas dan air yang muncul dari patung Bunda Maria dan tempat berdoa yang damai. Tersedia pula guide yang siap mengantar berkeliling dan menjelaskan arti dari tiap bagian gereja.

5. Maha Vihara Maitreya




                Sekitar empat puluh menit dari pusat kota Medan terdapat sebuah vihara megah yang terletak di dalam Kompleks Cemara Asri, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. Lokasi merupakan lokasi yang dibangun dengan perencanaan yang baik dan layak dikunjungi. Karena vihara ini merupakan salah satu vihara terbesar Indonesia dan masih digunakan hingga saat ini sehingga tidak dikenakan biaya masuk. Ditempat ini pengunjung dapat berfoto dan menikmati keindahan eksterior dan interior khas kuil Buddha. Selain kelima situs heritage di atas, masih banyak lagi wisata budaya dan religi yang ada di seputaran kota Medan. Mengitari kota dengan kendaraan khas sambil menikmati pemandangan kota yang cantik dan modern dapat menjadi pilihan. Selain itu kota ini juga menyajikan berbagai macam kuliner yang tidak didapat di tempat lain. Menikmati keelokan warisan budaya kota Medan dapat menjadi pilihan ketika ingin menghabiskan liburan di Sumatera Utara selain objek wisatanya yang sudah sangat dikenal seperti danau Toba dan cagar alam Bukit Lawang.

6.      VIHARA GUNUNG TIMUR



Vihara Gunung Timur adalah kelenteng Tionghoa (Taoisme) yang terbesar dan tertua di Kota Medan, Indonesia dan mungkin juga di pulau Sumatra. Kelenteng ini dibangun pada tahun 1930-an. Vihara Gunung Timur ini terletak di Jalan Hang Tuah, sekitar 500 meter dari Kuil Sri Mariamman dan berada di sisi Sungai Babura Medan. Umumnya umat Budha bersembahyang ke vihara ini setiap hari. Vihara ini juga untuk acara ritual lainnya dalam Agama Budha seperti memperingati hari Ulang Tahun SIDHARTA GAUTAMA, Perayaan Imlek dan sebagainya.

7.      KUIL SHRI MARIAMMAN


Kuil Shri Mariamman adalah kuil Hindu tertua di Kota MedanIndonesia. Kuil ini dibangun pada tahun 1884 (ada pula yang menyebut 1881)untuk memuja dewi Kali. Kuil ini terletak di kawasan yang dikenal sebagai Kampung Keling. Kuil yang menstanakan lima dewa, masing-masing Dewa SiwaWisnuGanesha, Dewi Durga (Kali), dan Dewi Aman itu dikelola salah seorang keluarga pemilik perusahaan besar Texmaco, Lila Marimutu. Pintu gerbangnya dihiasi sebuah gopuram, yaitu menara bertingkat yang biasanya dapat ditemukan di pintu gerbang kuil-kuil Hindu dari India Selatan atau semacam gapura.

8.      Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP)



Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Jalan Sudirman didirikan tanggal 1 Agustus 1912. Karena itu, gereja ini layak menjadi salah satu heritage dan ikon sejarah bagi Kota Medan. Oleh karena itu, keberadaan gereja ini harus dipertahankan dan dirawat.
Pemko Medan sendiri sangat mendukung proses revitalisasi gereja HKBP Sudirman ini. Bangunan ibadah ini adalah bangunan bersejarah, bisa menjadi ikon dan heritage Kota Medan. Karena itu wajar kalau dirawat

9.      GEREJA KATREDRAL (SANTA MARIA)


Pada awal berdirinya tahun 1879, Gereja Katedral Medan adalah sebuah gubuk beratap daun rumbia dan ijuk tempat beribadat puluhan umat Katolik (yang mayoritas suku India-Tamil dan Belanda) di Jl Pemuda No 1 (dulu disebut dan dikenal sebagai Jl Istana). Melihat perkembangan jumlah umat yang pada tahun 1884 sudah berjumlah 193 orang, maka sejak tahun itu sudah dipikirkan bagaimana memperbaiki dan memperbesar gubuk beratap daun rumbia dan ijuk tersebut. Barulah pada tahun 1905, ketika umat Katolik sudah berjumlah 1200 orang, pembangunan Gereja yang sekarang ini mulai dilaksanakan. Pembangunan gereja pada tahun 1905 tersebut diprakarsai dan dilaksanakan oleh para Pastor Ordo Jesuit yang bekerja di Medan. Gereja Katedral ini pada waktu itu dibangun dengan dinding batu, beratap seng dan sebagian masih beratap daun rumbia dan ijuk serta diresmikan pada bulan Nopember tahun itu juga.
Mulai 30 Januari 1928, Gereja diperluas dengan menambah bagian panti imam, ruang pengakuan dosa serta dengan pelataran depan dan menara. Perluasan dan pembangunan permanent pada tahun 1928 tersebut dirancang oleh arsitek Belanda yang bernama Mr. Han Groenewegen dan dilaksanakan oleh Mr. Langereis. Hasil dari rancangan arsitek dan pelaksanakan tersebut yang dapat dilihat saat ini, yang menjadikan Gereja Katedral di Jl Pemuda No 1 Medan (dikenal dengan sebutan Gereja Katedral) sebagai salah satu bangunan tua bersejarah dan bernilai arsitek yang tinggi di kota Medan ini. Sebutan lengkap dan resmi untuk Gereja Katedral ini adalah Gereja Katolik Santa Maria Tak Bernoda Asal – Katedral Medan.
 Ada satu bangunan tua lain di sisi kanan dari Gereja Katedral. Bangunan tersebut adalah rumah tempat tinggal para pastor yang biasa dikenal dengan sebutan pastoran. Pastoran Katedral dibangun pada tahun 1906 berdinding kayu dan juga beratap rumbia dan ijuk. Barulah dalam masa selama tahun 1964 – 1965 bangunan pastoran tersebut diganti dengan gedung permanen sebagaimana yang dapat dilihat pada saat ini. (sekretariat Katedral Medan).

10.  GEREJA IMMANUEL



Gereja Immanuel merupakan Gereja tertua di Medan. Lokasinya di Jln. Diponegoro yang dibangun pada tahun 1921. Gereja ini masih aktif digunakan oleh umat Kristiani, dengan kapasitas sekitar 500 kursi.

11.   Tjong A Fie’s Mansion



           Tjong A Fie merupakan nama dari saudagar keturunan Tionghoa di Medan. Pada masanya ia merupakan orang yang sangat berpengaruh dan dermawan sehingga rumah atau mansionnya kini dijadikan tujuan wisata. Lokasinya terletak di Jalan Ahmad Yani tak jauh dari lapangan Merdeka kota Medan atau dikenal juga dengan sebutan daerah Kesawan
         Di kediaman Tjong A Fie yang luas, pengunjung akan dibawa kembali ke masa lampau dengan menyusuri tiap-tiap ruangan. Tiap ruangan memiliki cerita yang berbeda dan berisikan perabot-perabot tua khas Melayu, China dan Eropa juga foto Tjong A Fie beserta keluarganya.

 
Kesimpulan

Medan merupakan Kota terbesar di Indonesia di luar pulau Jawa. Kota seluas 265,1 Km2 ini dihuni oleh beragam etnis baik etnis pribumi seperti suku Melayu dan Batak. Maupun etnis pendatang, baik pendatang yang masih termasuk suku asli Indonesia seperti suku Jawa, Padang, Aceh, Nias dan lainnya. Serta etnis yang berasal dari luar Indonesia yang telah menetap dan menjadi bagian dari kota medan berpuluh-puluh bahkan beratus tahun silam, seperti etnis Tionghoa, India dan Pakistan. Keanekaragaman ini membaur menjadi satu dan membentuk sebuah akulturasi budaya yang unik yang kemudian menjadi ciri khas kota Medan.
Banyak bangunan agama bersejarah yang masih dirawat di kota medan sampai saaat ini,  ada yang menggunana bangunan untuk beribadah namun ada juga yang menggunakan bangunan tersebut untuk wisata oleh orang orang yang  tidak bertempat tinggal di medan itu sendiri.

Saran

Walaupun kota Medan dapat Menjadikan kota wisaata namun jika berwisata ke kota Medan jangan lah lupa untuk merawat atau pun jangan merusak bangunan bersejarah dikota medan, dan jangan lah kaget jika banyak nya suku dan umat agama yang berbeda beda dikarekan medan merupakan kota multi kulktural yang memeliki berbagai macam suku bangsa dengan kepercayaan yang berbeda-beda.


Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments